Apto Online, 25/10/2020 Pembelajaran daring atau pembelajaran jarak
jauh menjadi salah satu pilihan dalam kondisi pandemik covid19. Apakah
pembelajaran daring sudah tepat dalam pelaksanaanya, kemudian apakah
pendidik sudah menerapkan kaidah kaidah pembelajaran daring itu, sehingga
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dapat dipastikan
sesuai dengan harapan.
Pendidikan adalah proses sadar dari tidak tahu menjadi tahu disertai
perubahan prilaku ke arah yang semakin positif, artinya jika proses
pendidikan tidak mengarah kepada perubahan prilaku yang semakin positif,
maka sesungguhnya proses pendidikan itu telah gagal. lalu jika pembelajaran tidak sekedar trasformasi keilmuan tetapi juga transfer nilai, yaitu nilai nilai positif yang diharapkan menjadi prilaku dan karakter peserta didik, maka bagaimana implementasinya dalam pembelajaran daring.
Jika muara dari proses pendidikan adalah mengarah kepada perubahan prilaku, pertanyaanya apakah dengan pembelajaran daring hal tersebut dapat dipastikan. bagaimana implementasinya dan bagaimana pula proses evaluasi pembelajaran daring yang dimaksud.
Apakah prilaku positif dapat terbentuk dan dikontrol, atau malah tanpa disadari muncul prilaku destruktif, mengingat interkaksi antar guru dan murid tidak terjadi dalam tatap muka secara langsung. hal ini disampaikan oleh Ketua DPP APTO Indonesia Irwan Putra, sebagai Keynote Speech pada kegiatan webinar ini sekaligus sebagai pengantar untuk diskusi lebih lanjut.
Jika muara dari proses pendidikan adalah mengarah kepada perubahan prilaku, pertanyaanya apakah dengan pembelajaran daring hal tersebut dapat dipastikan. bagaimana implementasinya dan bagaimana pula proses evaluasi pembelajaran daring yang dimaksud.
Apakah prilaku positif dapat terbentuk dan dikontrol, atau malah tanpa disadari muncul prilaku destruktif, mengingat interkaksi antar guru dan murid tidak terjadi dalam tatap muka secara langsung. hal ini disampaikan oleh Ketua DPP APTO Indonesia Irwan Putra, sebagai Keynote Speech pada kegiatan webinar ini sekaligus sebagai pengantar untuk diskusi lebih lanjut.
Dalam kondisi normal hasil survei PISA tahun 2018, Dari hasil survei
PISA tersebut, skor rata-rata Indonesia menurun di tiga bidang
kompetensi dengan penurunan paling besar di bidang membaca yakni 371 di
posisi 74. Rata-rata kemampuan membaca negara yang tergabung dalam The
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memiliki
skor 487.
Sementara kemampuan matematika berada di skor 379 dengan posisi 73 dan kemampuan sains dengan skor 396 di posisi 71. Menurut Presiden Jokowidodo Persoalan pertama adalah besarnya persentase siswa berprestasi rendah. Ia menargetkan jumlah siswa berprestasi rendah dapat ditekan hingga kisaran 15-20 persen pada 2030. “Meski kita tahu Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah tapi masih perlu upaya lebih besar menekan siswa berprestasi rendah hingga di kisaran 15-20 persen di 2030,”
Persentase siswa mengulang kelas yang masih tinggi mencapai 16 persen, jumlah ini lebih banyak 5 persen dibandingkan rata-rata persentase siswa mengulang kelas di negara-negara OECD.
Sementara kemampuan matematika berada di skor 379 dengan posisi 73 dan kemampuan sains dengan skor 396 di posisi 71. Menurut Presiden Jokowidodo Persoalan pertama adalah besarnya persentase siswa berprestasi rendah. Ia menargetkan jumlah siswa berprestasi rendah dapat ditekan hingga kisaran 15-20 persen pada 2030. “Meski kita tahu Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah tapi masih perlu upaya lebih besar menekan siswa berprestasi rendah hingga di kisaran 15-20 persen di 2030,”
Persentase siswa mengulang kelas yang masih tinggi mencapai 16 persen, jumlah ini lebih banyak 5 persen dibandingkan rata-rata persentase siswa mengulang kelas di negara-negara OECD.
Sementara persoalan yang terakhir adalah tingginya ketidak hadiran siswa di kelas. Mengacu pada survei PISA, kata Jokowi, perlu langkah-langkah perbaikan menyeluruh baik dari aspek peraturan, regulasi, anggaran infrastruktur, manajemen sekolah, kualitas guru, hingga beban administratif guru.
April 2020 KPAI telah melakukan survei terhadap 1.700 siswa di 20
provinsi dan 54 kabupaten/kota. Hasilnya, 79,9 persen responden
menyatakan PJJ berlangsung tanpa interaksi guru-siswa. Sedangkan, 81,8
persen responden menyatakan guru lebih menekankan pemberian tugas
bertubi-tubi sehingga menguras energi.
Terdapat pula 42,2 persen responden tidak memiliki kuota internet sehingga sulit melakukan tatap muka dengan aplikasi maupun video call.
Survei KPAI bersama Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) kepada 602
responden guru dari 14 provinsi di Indonesia mengungkapkan, 82.2 persen
guru hanya memanfaatkan media sosial sebagai media PJJ bersama siswa.
Sedangkan hanya 19,1 persen terbiasa dengan aplikasi daring.
KPAI menilai standar proses pembelajaran dalam PJJ kendala terbesar bagi guru. Akibatnya, PJJ menjadi kurang bermakna
Pada Pelaksanaan webinar ini menampilkan tiga narasumber yang
merupakan akademisi dan praktisi dalam bidang pendidikan yaitu sebagai
pemateri pertama Dr.Nandang Hidayat, M.Pd dari Universitas Pakuan Bogor
yang memaparkan Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar Dalam Jaringan.
Kemudian dilanjutkan dengan pemateri kedua Sriyono, M.Pd dari
Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung sekaligus sebagai Sekjen
DPP APTO Indonesia yang memaparkan Implemetasi Pembelajaran Jarak Jauh,
Tantangan dan Peluang Bagi Pendidik Kreatif, serta pemateri ketiga,
Hendri CEO Palcomtech dan Founder Qualitiva.id yang memberi pencerahan
dengan paparan Pembelajar New Normal Guru Milenial
Peserta kegiatan webinar ini meliputi pendidik dari semua jenjang,
Dosen dari berbagai perguruan tinggi, Pendidik Sekolah menengah Pertama
dan Sekolah Menengah Atas, Pendidik Sekolah Dasar dan Instruktur Lembaga
Kursus dan Pelatihan. Asal peserta juga meliputi sebahagian bersar
wilayah Nusantara.
Dr Nandang Hidayat berpesan, peserta didik yang terbatas akses fisik
dan ekonominya, maka pendidik diharapkan melakukan pembelajaran daring
dengan mempertimbangkan keterbatasan peserta didik. “Tidak semua
pembelajaran harus synchronous, tetapi bisa melalui penugasan dengan
whatsapp, line, email atau media lain yang murah namun tetap efektif.
Mengingat belum semua pendidik terbiasa dengan pembelajaran online, maka
diharapkan pendidik yang sudah mengikuti pelatihan bisa membantu
pendidik lainnya,” papar Dr Nandang Hidayat.
Ketiga pemateri memberikan pencerahan, bahwa pembelajaran daring
dalam masa pandemik ini jangan dianggap sebagai musibah, namun
sebaliknya dianggap sebagai peluang untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengaplilkasikan teknologi pembelajaran, terutama pembelajaran jarak
jauh.
Hendri dari qualitiva.id memberikan penguatan bahwa, pembelajar new
normal adalah guru guru yang dapat mengimbangi peserta didik milenial,
kejadian ini jangan dilihat hanya dari satu sisi, mari melihat dari sisi
yang lain, bahwa pembelajaran daring membuka begitu besar peluang bagi
para pendidik kreatif untuk terus berkarya dengan segenap kemampuan yang
dimiliki. semoga pendidikan nasional kita terus berjaya, maju dan
berkembang. demikian Hendri mengahiri paparannya/iM
0 komentar:
Posting Komentar